Home » Maaf, Kami Kalah!

Maaf, Kami Kalah!

oleh Suwito

Jakarta, YTKNews.id–Ada sebuah kebanggaan yang tak dapat saya lukiskan dengan kata-kata ketika terpilih mewakili Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam ajang Apresiasi Hari Guru Nasional 2025. Bersama 30 guru dan tenaga kependidikan lainnya, kami berangkat pada 24 November menuju Jakarta dengan satu harapan, membawa pulang kebanggaan untuk daerah kami.

Sesampainya di Jakarta, kami langsung berpencar menuju lokasi acara masing-masing, sesuai kategori yang diikuti di bawah direktorat terkait. Saya menuju Novotel Mangga Dua, Jakarta Utara, bergabung dengan para guru SD dan SMP dalam kategori Pendidik Dikdas Transformatif, Dedikatif, dan Pelopor Komunitas Belajar.

Meski sempat terlambat karena penerbangan yang tertunda, semangat kami tak ikut tertinggal. Kami tetap mengikuti sesi pembukaan dan langsung menjalani briefing serta pengundian nomor tampil.

Semua terasa mengalir begitu cepat, persiapan, diskusi, dan degup tak sabar menunggu giliran tampil.
Pada 25 November, Hari Guru Nasional, sebagian peserta terpilih mengikuti upacara di lapangan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI. Sementara itu, kami lainnya bersiap menjalani presentasi dan penjurian. Di sinilah saya mendengarkan begitu banyak praktik baik dari para guru terbaik dari 38 provinsi. Rasanya seperti memasuki ruang besar penuh cahaya, setiap cerita menginspirasi, setiap pengalaman membuka wawasan baru. Saya kembali ke ruangan dengan pikiran yang berdesakan dan hati yang hangat. Penjurian berlanjut hingga 26 November.

Presentasi di depan juri dan 37 guru SMP dari seluruh nusantara tentang praktik baik transformatif di sekolah

Lalu tibalah hari yang kami tunggu, 27 November, hari pengumuman dan pemberian apresiasi. Nama demi nama dipanggil. Jantung saya berdegup, telinga saya menajam. Namun sampai nama terakhir disebut, nama saya tidak disebutkan.

Kecewa? Tentu saja. Saya manusia. Saya sudah berusaha maksimal, berharap mampu membanggakan sekolah dan daerah saya. Tetapi hasil berkata lain. Pesan singkat menyampaikan “Maaf, kami kalah” satu-satu disampaikan di grup WA. Namun di tengah rasa getir itu, ada satu suara yang membisik, “Kamu tetap harus berjalan. Kamu tetap punya misi.”

Saya sadar, penghargaan bukan satu-satunya tujuan. Yang lebih penting adalah bagaimana saya membawa semangat transformasi itu kembali ke sekolah saya, SMP Santa Maria Mentok, Bangka Barat, dan menerapkannya dalam pembelajaran sehari-hari. Pengalaman belajar dari para guru dari 38 provinsi itu jauh lebih bernilai dari sekadar predikat.

Pada 28 November, kami menghadiri puncak perayaan Hari Guru Nasional di Arena Indonesia, Gelora Bung Karno. Presiden RI, Prabowo Subianto, hadir bersama jajaran kabinet. Menjadi bagian dari ribuan guru dari seluruh penjuru negeri, duduk bersama dalam satu ruangan besar, terasa seperti berada di tengah sejarah yang sedang ditulis.

“Kita harus mendukung semua guru di Indonesia!” seru Presiden, disambut tepuk tangan yang bergemuruh. Kalimat itu seperti memulihkan sisa kecewa di dada saya. Bahwa predikat bukanlah satu-satunya penentu kemenangan. Sesungguhnya, kita sudah menang di hati para siswa kita dan itu kemenangan yang tak diuji oleh juri mana pun.
Presiden juga menegaskan pentingnya menguatkan moral siswa untuk menghormati guru. Beberapa program kesejahteraan guru, termasuk tunjangan sertifikasi yang saat ini sudah kami rasakan, terus dioptimalkan pemerintah.

Ribuan guru dari seluruh Indonesia memadati Gelora Bung Karno bersama Presiden RI

Acara ditutup dengan suguhan pertunjukan dari putra-putri terbaik Indonesia serta penampilan Dewa 19 yang benar-benar memecah suasana menjadi meriah dan penuh energi.

Tak terbendung lagi. Air mata mengalir dari sudut mata ini. Suasana baru kental terasa ketika seorang siswa penyandang tunanetra menyanyikan lagu Terima Kasihku. Seisi ruangan hanyut seraya memantapkan dedikasi sebagai garda terdepan merajut masa depan negara ini.

Kami mungkin tidak membawa pulang piala. Tapi kami pulang dengan sesuatu yang lebih berharga yakni semangat baru, perspektif baru, dan keyakinan bahwa perjuangan seorang guru tidak pernah sia-sia meski tanpa tepuk tangan, tanpa panggung, tanpa predikat.

Karena kami bukan benar-benar kalah. Kami hanya sedang menyiapkan kemenangan berikutnya. Kemenangan di antara tembok kelas, kemenangan di antara wajah siswa yang menanti gemilangnya masa depan mereka. (Tri)

Anda mungkin juga suka