Rempang, YTKNews.id – Biasanya becak didayung tukang-tukang becak di kota, untuk memuat penumpang demi mencari sesuap nasi. Hal ini berbeda dengan fakta lainnya, yang satu ini. Kejadian lain itu terjadi di sebuah kampung di pulau. Kampung itu Namanya Tanjung Kertang Jembatan 4. Kampung ini berada di Kelurahan Setoko, Batam.
Di situ, seorang gadis cilik mendayung becak sejauh 12 kilometer dari Tanjung Kretang ke Pulau Rempang untuk mencari sesuap ilmu di SD St Ignatius Rempang.
Padahal, lazimnya, para siswa berangkat ke sekolah diantar oleh orang tua masing-masing. Apalagi bagi siswa yang masih duduk di jenjang SD. Umumnya anak didik di SD diantar menggunakan motor atau mobil.
Sayangnya moment penuh kemanjaan itu tidak berlaku untuk anak didik di SD St Ignatius Rempang. Sosok itu bernama, Margeret Mila Axantia Keytimu. Perempuan cilik berambut ikal ini, tak lain adalah salah seorang siswa kelas V. Ia pergi ke sekolah dengan mengayuh becak.
Realitas tidak lazimnya ini menyentak dan memhipnotis tim ytknews tidak hanya menyambangi SD St Ignatius Rempang tetapi sempat ngobrol-ngobrol santai dengan perempuan yang mengaku disapa dengan nama Mila ini.
Ternyata benar. Selama ini, ia mengayuh becak ketika bus sekolah yang biasa ditumpanginya rusak atau tidak beroperasi. Apabila menumpangi bus, seringkali ia terlambat karena bus gratis tersebut banyak ditumpangi siswa yang berasal dari banyak sekolah.
Mila berujar pergi ke sekolah mengayuh becak nyatanya membuat ia tiba lebih cepat dibandingkan bus yang harus mampir mengantarkan siswa lain juga.
“Naik becak lebih bebas, bisa tiba di rumah sekitar jam 12. Kalau naik bus, malah lebih lama, bisa jam dua atau pukul 14.00 lewat baru sampai di rumah,” ujar siswi yang tinggal di Tanjong Keretang tersebut.
Becak yang dibawa Mila merupakan milik orang tua yang ternyata digunakan sebagai kendaraan keluarga untuk pergi ke mana-mana.
Siswi keturunan Bora dan Kewapante Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut memang sengaja diajarkan sang ayah untuk bisa mengendarai becak. Tujuan nya agar saat sang ayah berhalangan dalam mengendarai becak, hal itu tidak menjadi kesulitan karena ada anak-anaknya yang bisa menggantikan.
Mila merupakan anak kedua, sang kakak yang dulunya alumni SD St Ignatius, saat ini duduk dikelas VII SMP dan pergi ke sekolah berjalan kaki. Sedangkan sang adik duduk di kelas II SD Ignatius.
“Saya tidak takut naik becak, walaupun melewati jalan raya yang banyak dilewati mobil besar. Kalau bawa roda dua malah takut, walaupun saya juga bisa,” kisah Mila.
Diakuinya saat pertama kali membawa becak ke sekolah, teman-teman berkomentar, “hebat ya bisa bawa becak ke sekolah.”
Ia juga bercerita bahwa sang ayah pernah bekerja di Bangka Belitung menjadi satpam selama 5 bulan. Dan sebelum menjadi satpam, kata Mila, sang Ayah juga bekerja mengecat kapal di Pelabuhan Punggur. “Tetapi dalam sistem penggajian tidak jelas, lalu menjadi buruh bangunan di Punggur” Imbuh Mila. “Sedangkan ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga,” tuturnya lembut.
Semua usaha yang dilakukan siswa yang suka pelajaran Agama dan Matematika tersebut tak lain karena ingin mendapat ilmu. Dulu ia pernah bersekolah di SDN 024 Galang. Lalu, pindah ke SD Ignatius sejak duduk di kelas II.
“Saya lebih senang sekolah di sini, lebih enak dan belajar agamanya bagus. Cara guru mendidik baik, dapat pelajaran yang bagus dan lebih penting mendapat pelajaran agama Katolik yang lebih baik,” kata anak tengah dari tiga bersaudara tersebut.
“Sejak sekolah disini, saya makin banyak hafal doa, Bapa Kami, Salam Maria, Aku Percaya, 10 perintah Allah dan 5 perintah Gereja,” lanjutnya.
Pada bagian penghujung cerita, kami bercerita soal masa depan. Ketika ditanya soal cita-cita, Mila memberi jawabannya yang mengejutkan. Yang mengejutkan bukan cita-citanya, tetapi alas an di balik pemilihan cita-itu.
“Saya mau menjadi ibu bidan, agar bisa membantu orang yang kesusahan. Karena guru-guru kami disini selalu mengajarkan untuk membantu sesama yang lebih susah dari kita,” pungkas Mila. (sfn/nys)
Peliput : fadli kelen