Batam, YTKNews,id—-Tahun-tahun belakangan, sosok kepala SD Yos Sudarso III bagaikan nabi yang sedang menyerukan suara kenabian, atau profetis, untuk merebut keadilan dalam soal lahan yang diperuntukkan untuk lokasi sekolah yang ia pimpin. Tercengang atas sosok ini, penulis mencoba menulis dan mengelaborasi tentang sisi lain dari sosok ini.
Sebelumnya saya tidak terlalu mengenal Marianus Sihotang. Saya hanya tahu bahwa dia dipindahtugaskan dari SMA Yos Sudarso ke SD Yos Sudarso III di Tanjung Uncang. Bisa jadi beliau sebelumnya belum pernah ke sekolah yang baru ini. Saya juga mengetahui beliau mengajar Pendidikan Agama Katolik di SMA Yos Sudarso.
Materi Pengajaran Pendidikan Agama Katolik merupakan bidang dan keahlian sosok ini, karena sebelumnya menempuh pendidikan calon Imam selama bertahun-tahun. Rasanya sebelas dua belas lah dengan yang menjadi Imam, kalaupun itu terlalu berlebihan bisa jadi sepuluh dua belas.
Sebagai sesama mantan frater, tidak terlalu terlalu butuh lama waktu kami bersahabat, sebagaimana semua sesama mantan frater atau religius, darimanapun asal kampus jika bertemu di suatu kota, dijamin menjadi sahabat dalam suka dan duka. Perasaan in group yang tinggi ini sudah sejak lama berlaku entah mulai kapan. Bahkan ex yang sudah mapan bisa menampung yang freshex.
Marianus memasuki teritori yang sama sekali baru, sebuah lingkungan yang sama sekali berbeda. Dari komunitas High School dengan siswa-siswa usia remaja SMA dengan segala karakter pribadi yang mulai mandiri ke Komunitas sekolah dasar yang masih lugu, polos.
Dari daerah pusat kota ke daerah periferal dengan segala kesederhanaan bahkan lebih sederhana dari yang kampung. Dari jabatan Guru menjadi jabatan Kepala Sekolah. Dari sekolah para sultan ke sekolah biasa saja. Lompatan lumayan jauh. Syukurlah pendidikan ex memampukannya Marianus untuk beradaptasi.
Tugas Jabatan harus dikerjakan walau minin pengalaman, banyak tanya memang. Yos Sudarso adalah sebuah nama sekolah yang top di Kota Batam, mendengar nama ini sederet prestasi dan seabrek piala berjejeran membuat decak kagum tiada akhir. Ini bisa saja menjadi visi Marianus agar Yos Sudarso III suatu saat akan membuat decak kagum yang tiada akhir. Apalagi Marianus berangkat dari titik itu.
Perjuangn harus dimulai untuk pengurusan Ijin Resmi sekolah untuk mendapatkan NPSN, Nomor Pokok Sekolah Nasional. Banyak keuntungan dan manfaat, diantaranya menjadi Sekolah Penyelenggara Pendidikan, sekolah akan mendapatkan Dana Bos yang membantu operasional sekolah, guru-guru mendapatkan insentif dari Pemerintah Kota Batam. Proses ini membutuhkan waktu yang lama, mulai dari tingkat RT/RW, Kelurahan kemudian Kecamatan, Dinas Pendidikan dan selalu berulang dalam pengajuan semua berkas. Ada banyak kandala yang harus diselesaikan dan disesuaikan. Syukurlah Marianus mengalaminya sehingga menambah wawasan dan pengalaman serta kawan baru.
Tepatnya 2021 yang lalu sekolah mendapatkan Dana Bos atas perjuangan Marianus. Seolah baliau menjadi playmaker sekelas Bima Sakti dalam tim kesebelasan Indonesia. Mengatur irama sekaligus mempertahankannya teritorinya untuk bisa mengangkat selembar sertifikat NPSN.
Jika dianalogikan dengan liga Bola, NPSN ibarat liga utama, dan pemenangnya akan melanjutkan ke liga Champions. Marianus harus memulai perjuangan baru untuk pembebasan lahan yang akan dibangun sekolah Yos Sudarso III. Lahan Yayasan yang sudah dikuasai bertahun-tahun oleh pihak lain yang tidak pernah kenal sebelumnya baik warga maupun lahan. Setelah menerima SK Team Pembebasan Lahan, jantungnya mulai berdenyut kencang, bagiamana seorang playmaker harus memainkan permainan taka tiki agar tidak bentrok fisik dengan calon lawan yang berat, yang membuat kartu merah lalu permainan menjadi pincang dan akhirnya kalah memalukan.
Berdasarkan penuturannya, banyak sekali hambatan dan kendala yang dihadapi. Warga menolak dan tidak mau direlokasi. Pemasangan Papan Nama Lahan dicabut, pamasangan titik batas dicabut buang. Diadakan pertemuan untuk pembahasan relokasi, tidak ada yang datang. Pada titik pertahanan total seolah sepakbola gaya Italy dengan sepakbola negatif, membuat Marianus dan Tim seolah bermain di daerah sendiri.
Sesekali mencoba melakukan tendangan pisang, namun tetap saja diblok. Ini memang butuh perpanjangan waktu, team terus melakukan pendekatan dengan permainan taka tiki ala Barcelona, Marianus bagaikan Inesta yang mencoba mengobrak abrik pertahanan blokade warga bahkan seolah putus asa menghadapi permainan yang penuh dengan tekel berat. Saat sedang rapat, kami dibentak bentak, ditunjuk-tunjuk, dikatakan tidak manusiawi, sering kami mengalami ditinggal pergi oleh warga, meskipun demikian kami tidak terpancing. Jika kami terpancing permainan bola ini tidak elok. Marianus dan Team harus berhadapan dengan DPRD Kota Batam dalam acara Dengar Pendapat karena ada laporan warga.
Banyak hambatan dan tantangan jika ditulis semua, cacatan ini akan menjadi sangat panjang.
Saya menjadi paham apabila Marianus harus tinggalkan sekolah demi mengurus lahan, bukan saja pada jam kerja, tetapi harus tetap tinggalkan keluarga untuk melanjutkan perjuangan apalagi saat saat sedang injury time.
Lega rasanya, happy bertubi-tubi dan kegembiraan yang memuncak ketika tanggal 2 Mei yang lalu, lahan Sekolah Yos Sudarso III mulai dibangun ditandai dengan peletakan Batu Perdana oleh RD Samuel, Ketua Pengurus Yayasan Tunas Karya. Marianus seolah seperti sedang mengangkat Piala Champions tinggi-tinggi karna tetap memainkannya sepakbola indah ala Barcelona. (sfn)
Reporter : Yohanes Bosco Sea