Pangkalpinang, YTKNews.id — Selain mengikuti Workshop Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pangkalpinang, kegiatan bermakna yang diperoleh 3 perwakilan guru SMP Santa Theresia adalah materi mendalami growth mindset. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas para pendidik, khususnya dalam mengembangkan pola pikir bertumbuh (growth mindset) sebagai fondasi penting dalam praktik pendidikan masa kini.
Para peserta diajak untuk memahami dan menerapkan pola pikir bertumbuh (PPB) sebagai lawan dari pola pikir tetap (PPT/fixed mindset). Pola pikir bertumbuh mengajarkan bahwa tantangan, kesulitan, dan kegagalan bukanlah akhir dari proses belajar, melainkan kesempatan untuk berkembang. Seseorang dengan pola pikir bertumbuh biasanya meyakini bahwa setiap masalah pasti ada solusinya, berbeda dengan orang berpola pikir tetap yang cenderung pesimis dan mudah menyerah.
Rosda Herlina, S.Pd.M.M selaku pemateri menekankan bahwa pola pikir bukan hanya sekadar cara berpikir, tetapi merupakan fondasi dari keterampilan dan alat utama dalam menghadapi tantangan. Pola pikir juga sangat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti latar belakang keluarga, pendidikan, budaya, pengalaman, hingga kepribadian.
Beliau juga mendorong para guru peserta workshop untuk tidak hanya memahami konsep pola pikir bertumbuh secara teori, tetapi juga menerapkannya dalam pembelajaran sehari-hari. Guru yang memiliki pola pikir berkembang akan terbiasa menerima tantangan, gigih menghadapi rintangan, menganggap kritik sebagai informasi yang bermanfaat, dan menjadikan keberhasilan orang lain sebagai sumber inspirasi.
“Kalau kita terbiasa berpikir dengan Growth Mindset maka kita tidak akan mudah menyerah dan putus asa, sebab kita meyakini bahwa setiap masalah pasti memiliki jalan keluar yang banyak,” jelasnya.
Menariknya, dalam workshop ini juga disampaikan hasil riset dari The Project of Education Research That Scales di Universitas Stanford, yang melibatkan 12.000 murid dari 76 sekolah menengah di Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi pola pikir secara signifikan meningkatkan prestasi akademik murid. Intervensi ini dinamakan The Sense of Purpose Intervention.
Prosedur intervensi pola pikir yang dikenalkan dalam workshop ini dimulai dengan mendorong murid untuk mencoba lagi saat menghadapi kesulitan, memberikan “pujian proses” alih-alih “pujian pribadi”. Meskipun sekilas keduanya sama-sama terlihat positif, namun masing-masing jenis pujian memiliki pengaruh yang sangat berbeda terhadap perkembangan mental dan cara pandang murid terhadap belajar dan kegagalan.
Pujian pribadi adalah bentuk pujian yang menyoroti sifat atau kemampuan bawaan anak, seperti kepintaran, kecerdasan, atau bakat. Ungkapan seperti “Kamu memang pintar” atau “Kamu berbakat sekali” merupakan contoh dari pujian pribadi. Pujian seperti ini memang terdengar menyenangkan dan bisa memotivasi dalam jangka pendek. Namun, dalam jangka panjang, pujian pribadi justru dapat membentuk pola pikir tetap (fixed mindset).
Anak-anak yang terlalu sering menerima pujian pribadi akan cenderung menghubungkan keberhasilan dengan faktor-faktor bawaan yang tidak bisa diubah. Akibatnya, ketika mereka menghadapi tantangan atau kegagalan, mereka lebih mudah merasa bahwa diri mereka tidak cukup pintar, dan mulai menghindari usaha yang berisiko. Mereka menjadi takut gagal karena kegagalan dianggap sebagai bukti bahwa mereka tidak secerdas yang dikira.
Sebaliknya, pujian proses adalah pujian yang diberikan atas usaha, strategi, ketekunan, atau cara seseorang dalam menyelesaikan tugas. Guru yang memberikan pujian proses akan lebih sering mengatakan hal-hal seperti, “Kamu pasti sudah bekerja keras menyelesaikan ini,” atau “Pak guru senang melihat bagaimana kamu mencoba cara baru untuk memahami materi ini.” Pujian semacam ini tidak menekankan pada hasil akhir, tetapi lebih pada perjalanan dan proses belajar yang dilakukan murid. Inilah jenis pujian yang mampu membentuk pola pikir bertumbuh (growth mindset).
Rosda Herlina, S.Pd.M.M. menjelaskan bahwa melalui pujian proses, murid belajar bahwa keberhasilan adalah hasil dari usaha yang konsisten, bukan semata-mata karena kecerdasan yang sudah ada sejak lahir. Mereka akan lebih berani menghadapi kesulitan karena tidak takut gagal. Sebab, mereka percaya bahwa kegagalan bukanlah tanda kelemahan, melainkan kesempatan untuk belajar dan berkembang.
Setelah memahami perbedaan antara pujian pribadi dan pujian proses, langkah berikutnya yang tak kalah penting adalah membimbing murid untuk mengenali dan memahami perbedaan antara pola pikir tetap (fixed mindset) dan pola pikir bertumbuh (growth mindset). Pada tahap ini guru menekankan bahwa melakukan kesalahan adalah bagian dari proses belajar.
“Banyak murid yang tumbuh dengan anggapan bahwa kesalahan adalah hal memalukan yang harus dihindari. Pandangan ini justru membatasi ruang gerak dan keberanian mereka dalam mencoba hal-hal baru. Di sinilah peran guru sangat penting, yakni untuk mengubah cara pandang siswa terhadap kesalahan, dari sesuatu yang mengancam menjadi sesuatu yang mendidik,”ungkap Rosda Herlina, S.Pd.M.M.
Sebagai bagian dari strategi pembelajaran yang mendalam (deep learning), para guru juga diperkenalkan pada alat bantu belajar berupa Peta Pikiran (Mind Map) yang dikembangkan oleh Prof. Tony Buzan. Peta Pikiran ini membantu murid menyusun ide secara terstruktur, mulai dari ide utama, cabang-cabang gagasan, hingga kategori dan hierarki ide yang memperdalam pemahaman.
Melalui pola pikir bertumbuh dan pemanfaatan strategi pembelajaran seperti mind map, diharapkan guru dan murid dapat berpindah dari pembelajaran dangkal (surface learning) menuju pembelajaran mendalam (deep learning), meskipun harus melewati zona ketakutan terlebih dahulu. Di sinilah pentingnya growth mindset, yakni untuk menghapus rasa takut saat menghadapi tantangan dan mengubahnya menjadi peluang untuk bertumbuh.
Kontributor: Alexander