YTKnews.id—-SD Hilarius pada tanggal 27 April 2023, mengadakan ret-ret di Puri Sadhana. Ret-ret bagi SD Hilarius, merupakan salah satu tradisi tahunan. Ret-ret diperuntukkan bagi kelas 6. Biasanya dilakukan sebelum ujian akhir sekolah, dengan maksud menyiapkan mental dan batin siswa-siswi untuk menghadapi ujian. Di sisi yang lain, ret-ret dimaksudkan sebagai kenangan perpisahan sebelum akhirnya mereka menempuh pendidikan lanjutan yaitu sekolah menengah pertama (SMP).
Sebelum kita membicarakan bagaimana proses perjalanan ret-ret, ada baiknya kia mengetahui apa arti ret-ret terlebih dahulu. Ret-ret merupakan aktifitas mengambil jarak terhadap rutinitas hidup dan keramaian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ret-ret berarti mengundurkan diri dari dunia ramai untuk mencari ketenangan batin. Bisa dilakukan secara berkelompok daalam komunitas atau sendirian, dengan jadwal yang teratur. Selanjutnya, mengapa kita perlu mengundurkan diri dari keramaian dunia?
Selain untuk mencari ketenangan batin (melalui berbagai pendalaman dan kegiatannya), ret-ret berguna untuk membangun benteng mental yang kokoh berhadapan dengan keramaian dan rutinitas hidup (yang kadang-kadang membuat kita terasing dan kehilangan diri sendiri). Kaum religius Katolik bahkan kadang-kadang melakukan itu untuk berefleksi, berdoa, dan bermeditasi. Ret-ret, membawa (mereka yang melakukannya) pada penemuan diri. Hanya dengan menemukan diri, kita menyadari kelebihan dan kekurangan kita. Setelah menyadari hal itu, kemudian kita dapat menyusun program yang dapat mengatasi kekurangan dan memaksimalkan kelebihan.
SD Hilarius, sejak berdirinya telah melakukan hal tersebut beberapa kali. Hal itu sungguh berguna bagi yang pernah melakukannya. Sebagai sebuah sekolah swasta, dengan tuntutan belajar mengajar yang nyaris padat, ditambah tuntutan mengejar target, sering sekali kita mengalami keterasingan dari diri sendiri.
Dalam bahasa lokal di Parittiga, kami menyebutnya sindrom kewajiban. Sebuah sindrom, dimana semua civitas akademik begitu tergila-gila pada belajar dan mengajar. Siswa-siswi jika memperoleh nilai ujian dibawah 100, kadang menangis karena tidak memenuhi targetnya. Guru, menangis karena kemampuan siswa-siswi di kelas tidak memenuhi targetnya. Beberapa curhat (curahan hati) siswa-siswi, saat ujian mereka bangun jam 3 pagi, belajar demi nilai 100. Sementara, guru, kadang-kadang menangis karena siswa-siswi tidak mencapai nilai maksimal.
Tentu, guru berharap siswa-siswi di kelasnya mencapai angka 100 , sebagai sebuah apresiasi diri, yakni agar yang diajarkan selama sekian bulan tidak sia-sia. Beberapa siswa/i, kawan guru, pramusaji, Hendri, bahkan sering sekali bangun jam 05.00 pada hari minggu, telah mandi, menyiapkan sarapan dan berseragam, siap-siap ke sekolah. Ketidaktemuan antara harapan dan kenyataan itu, membuat kita kadang-kadang stress dan mengalami sindrom. Kira-kira begitulah gambaran, kenapa civitas akademik Hilarius sangat membutuhkan ret-ret atau rekoleksi.
Penulis, dengan sangat terpaksa, mungkin perlu menguraikan kembali skripsi yang pernah dikerjakannya. Karl Marx, seorang pemikir atau filsuf, pernah mengajukan gagasan, alasan manusia perlu bekerja adalah, untuk memperjelas ketidaksamaannya dengan hewan. JÜrgen Habermas, filsuf dari Mazhab Frankfurt, menanggapi teori tersebut secara kritis. Menurutnya, Marx mengabaikan dimensi komunikasi dalam teorinya. Ternyata, kerjapun dalam kondisi – kondisi tertentu, membuat manusia lupa diri, sehingga asing dari dirinya sendiri.
Ret-ret adalah sebuah komunikasi. Komunikasi dengan diri sendiri, orang lain, dan alam semesta. Melalui ret-ret, manusia menemukan dirinya kembali, menyusun rencana-rencana masa depan, yang sekiranya cocok untuk mengatasi keterasingannya. Berikut, penulis menyajikan foto-foto ret-ret tersebut. (sfn/nys)
Penulis ; Krispianus H. Bombo