Parittiga, YTKNews.id—Seorang Suster, kini menjadi pendidik alias guru di SD St Hilarius Parittiga. Ia punya passion membimbing siswa kelas 1 SD Hilarius Parittiga, dan kerap terlihat setia mendampingi muridnnya mengerjakan ujian tengah semester.
Suster ini juga tidak hanya terlibat secara aktif, tetapi boleh disebut “guru” dalam kehidupan menggereja dan mendunia bagi umat dan warga Parittiga, selama satu tahun lebih, sejak tahun 2021.
Suster Festina Asnawati Mendrofa, begitu nama lengkapnya. Di Hilarius beliau akrab dipanggil Suster Martina. Ia adalah salah satu anggota susteran OSF (Ordo Santo Fransiskan) Sibolga, berkarya di Parittiga sebagai guru. Sebelumnya, berkarya di Jerman 2 tahun, pulang ke Indonesia berkarya dalam dunia pendidikan di Flores selama 5 tahun, dan saat ini beliau telah setahun lebih, mengabdi sebagai guru di SD Hilarius Parittiga. Biarawati mengajar, sesuatu yang terbilang baru, sejak Hilarius didirikan.
Untuk mengetahui bagaimana beliau menjalani 2 sisi kehidupan (membiara dan mendidik), kita simak wawancara tim humas YTK NEWS Hilarius bersama Suster Martina.
Bagaimana pengalaman Suster mengajar di SD Hilarius?
Yang saya rasakan pada umumnya sangat senang. Saya sangat bersyukur memperoleh kesempatan untuk mendidik anak-anak yang ada di wilayah Parittiga, SD Hilarius secara khusus. Dalam kesungguhan itu, cukup banyak warna-warninya, atau yang saya sebut kunterbunt (bahasa Jerman- red) yang artinya berwarna-warni.
Apa hal-hal baik yang Suster rasakan selama mengajar?
Hal baik yang saya rasakan adalah bahwa dalam lembaga sendiri, ada kerja sama yang baik, untuk menyukseskan visi misi Yayasan Tunas Karya dan Lembaga SD Hilarius sendiri. Ini yang menjadi kekuatan saya, mungkin juga kekuatan bersama. Peserta didiknya juga membuat saya bahagia, misalnya anak-anak sangat ramah, selalu memberi salam pada gurunya, berapa kalipun bertemu dalam sehari. Hal baik lainnya, anak-anak pada umumnya semangat belajar, jarang absen. Ini luar biasa. Suara-suara keceriaan belajar selalu hadir di setiap kelasnya, memang kadang-kadang membuat risih, tapi inilah siklus yang tumbuh dan terjadi bersama mereka.
Apa hal-hal kurang menyenangkan yang mungkin Suster alami selama mengajar?
Hal-hal kurang menyenangkan yang saya alami, paling banyak adalah persoalan anak-anak tidak mengerjakan PR, PS, lupa membawa buku catatan. Ada saja anak yang jahil mengganggu proses belajar. Hal umum lain, misalnya soal budaya antri, buang sampah sembarangan. 2 hal itu perlu terus menerus dilatih agar terpatri dan menjadi bagian dari hidup mereka.
Bagaimana cara Suster menyelesaikan hal-hal yang kurang menyenangkan itu?
Saya mencoba bertanya kepada anak-anak, apa yang membuat mereka menjadi seperti itu, menasehati mereka, atau menunjukkan sikap tegas sesuai dengan kesepakatan yang sudah kita buat bersama anak-anak juga.
Apa pendapat Suster tentang perayaan hari guru yang kita rayakan pada tanggal 25 November 2022 ini?
Hari guru merupakan hari yang sangat spesial bagi para pendidik. Sangat diperlukan untuk melihat atau merefleksikan kembali, posisi saya sebagai guru. Apakah benar saya sudah menjadi pahlawan tanpa tanda jasa bagi anak-anak, apakah saya sudah mendidik anak-anak menjadi pribadi yang hebat, berkarakter, sudahkah kita menghabiskan waktu untuk mendidik dengan benar-benar. Kira-kira inilah yang menjadi pertanyaan mendalam yang terus digeluti bertepatan dengan hari guru ini. Dengan merefleksikan hal ini, kita bisa membangun niat baru untuk menjadi pendidik lebih baik, yang sungguh-sungguh menghayati peran sebagai guru.
Bagaimana cara Suster menjalani hidup sebagai biarawati dan sebagai pendidik? Apakah ada kesulitan-kesulitan tertentu?
Saya menjalankannya sesuai dengan tugas yang diberikan, yaitu mengajar dan juga menjalankan tugas perutusan sebagai orang ter’panggil’ (membiara – red). Jadi kesulitan-kesulitan pasti ada, terutama dalam membagi waktu. Katakanlah dalam membagi waktu untuk sekolah dan kegiatan komunitas atau membiara. Sebagai orang Indonesia saya perlu menjalankan tugas mendidik ini 100 %, sebagai seorang biarawatipun 100 %. Motto yang selalu saya hidupi selama ini yakni, pelayanan kasih adalah yang terutama. Karena kasih, maka segala perkara dapat kutanggung bersama Dia (Tuhan – red) yang memberikan kekuatan kepadaku.
Suster Martina merupakan salah satu penggemar kesenian. Baginya, mengajar itu adalah seni. Seni untuk membuat anak-anak bersimpati, bisa mengerti dan memahami pelajaran yang diberikan. (sfn/nys)
Penulis : Krispianus Hona Bombo