Batam, YTKNews.id — “Alah bisa karena biasa” Peribahasa ini sangat cocok untuk SMAK Yos Sudarso Batam yang mana kembali berhasil menjalankan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila atau yang biasa dikenal dengan P5.
Lagi, di tahun ajaran 2022-2023. ‘SMAKYS’ adalah sebutan khas untuk sekolah penggiat kurikulum merdeka ini yang kembali menghadirkan P5 agar para siswanya dapat terus mencerminkan profil pelajar Pancasila dalam hidup. P5 ini berjaya dilaksanakan di tanggal 13-17 Februari 2023 lalu.
Jika proyek di semester ganjil yang lalu mengusung subtema yang sama di kelas X dan XI. Kali ini subtema yang dipilih punya keunikannya sendiri. Uniknya, subtema yang diusung di kelas X dan XI memiliki perbedaan.
Jika kelas X mengusung tema “Kearifan Lokal Membentuk Identitas Diriku”, subtema yang diangkat di kelas XI lebih kontekstual menjunjung kedaerahan, yakni berbunyi “Aku, Awak, Kite Kepri” yang memang sesuai dengan tanah Melayu tempatan para siswa dan warga SMAKYS. Kedua subtema ini masih di bawah satu payung tema besar yang sama yakni “Kearifan Lokal”
Pemilihan subtema yang membutuhkan waktu dan pertimbangan yang matang tentu dilihat juga dari berbagai segi. Dalam kesempatan wawancara bersama waka kurikulum SMAKYS menyampaikan bahwa pemilihan subtema yang berbeda ini bertujuan untuk kesesuaian jenjang dan kebutuhan.
“Subtema memang dibuat berjenjang, untuk kelas X itu tujuannya adalah menggali identitas diri siswa masing-masing, nah sedangkan kelas XI sudah melewati itu sehingga subtema untuk kelas XI bertujuan agar siswa menggali budaya lokal,” terang Djohan Susanto, S. Pd wakil kepala sekolah bidang kurikulum SMAK Yos Sudarso Batam.
Pada awal pengarahan pun Kepala SMAK Yos Sudarso Batam, Ibu Sumiyati,, S.Pd.,M.M menyematkan pesan dan sebuah pepatah klasik Melayu dalam pidatonya agar para siswa SMAKYS mencapai tujuan dari P5 dalam modul proyek yang telah disusun oleh tim kurikulum SMAKYS dengan sangat komprehensif.
“Di tanah Melayu, kita harus bisa menyesuaikan diri, ada pepatah mengatakan ‘Dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung’ walaupun secara pribadi nanti kelas sepuluh akan mengenal kearifan lokal anda berasal dari mana dan yang ada di sekitar anda, tetapi ketika anda sudah di kelas sebelas kita harus memasuki kearifan lokal di daerah kita berada, yaitu Kepulauan Riau”. ucap Ibu Sumiyati memberi arahan.
Bapak Ibu guru SMAKYS selalu berupaya memberikan dan menyiapkan segala sesuatunya agar P5 berjalan dengan sukses dan bermakna. Sekarang, mari kita lihat lebih dalam proyek yang dilakukan di SMAKYS.
Untuk para siswa kelas X, proyek dilakukan di ruangan kelas. Para siswa diacak di kelas-kelas yang berbeda. Setiap kelas dibimbing oleh satu orang tutor yang juga adalah guru SMAKYS.
Selanjutnya saat di ruangan kelas, para siswa dibimbing oleh tutor dalam menggali kearifan lokal yang ada di sekitar mereka, juga kearifan lokal dari suku mereka masing-masing. Para siswa juga diajak tutor untuk menemukan hambatan, tantangan dan penyebab sulitnya melestarikan kearifan lokal di Kepulauan Riau.
Tak hanya itu, mereka juga diarahkan agar dapat menemukan solusi dari hambatan yang ada. Pada akhir proyek, para siswa kelas X membuat aksi nyata berupa produk, penampilan drama, dan lain-lainnya sebagai bentuk pelestarian kearifan lokal yang dibuat bersama kelompok masing-masing.
Kegiatan proyek yang dilakukan di kelas XI punya cara yang ajaib. Jika di kelas X, proyek dilaksanakan hanya di dalam ruangan kelas, berbeda lagi dengan kelas XI yang lebih asyik lagi.
Proyek kelas XI dilaksanakan di ruangan kelas dan juga di luar lingkungan sekolah. Kegiatan di ruang kelas tidak jauh berbeda dengan kelas X. Namun, yang lebih seru untuk dikabarkan adalah kegiatan para siswa bersama para tutor di luar lingkungan sekolah. Karena para siswa XI perlu menggali kearifan lokal Kepulauan Riau, maka mereka dibagi menjadi dua kelompok wisata budaya, yakni wisata budaya di Pulau Penyengat, Tanjungpinang dan sebagian lagi di Nongsa, Batam.
Berita kali ini, akan menceritakan tempat-tempat wisata budaya Kepri yang sudah dikunjungi yakni di Nongsa Batam. Tempat pertama yang dikunjungi adalah Rumah Potong Limas, yang mana rumah ini tersisa satu-satunya di pulau Batam. Rumah ini merupakan rumah adat Melayu Kepri.
Rumah adat ini masih dapat ditemukan di Kampung Melayu, Nongsa. Dari narasumber yang ikut bersama rombongan memberikan informasi bahwa konon rumah ini dibangun pada tahun 1959. Rumah adat ini dinamakan Limas Potong dikarenakan bumbung atau atap rumahnya berbentuk limas yang dipotong. Rumah Limas Potong ini punya 4 area yang dibagi dengan bumbung yang berbeda pula, namun masih satu bangunan rumah. Tiap bagian bumbung memiliki namanya masing-masing yaitu; sengkuang, rumah ibu, bandong dan dapur.
Tempat kedua yang dikunjungi bernama Makam Zuriat Nong Isa, di tempat ini para siswa diminta menjaga keheningan dan kesantunan, dikarenakan tempat yang keramat. Hal ini sungguh dipatuhi oleh rombongan kelas XI. Mereka begitu
menghargai tempat dan narasumber yang memberikan informasi penting terkait keturunan Raja Isa yang dimakamkan di tempat tersebut. Hal ini sungguh terlihat nyata, bagaimana antusiasnya para siswa memberikan pertanyaan-pertanyaan kritis kepada narasumber saat itu yang bernama Bapak H. Muhammad Zen. Beliau adalah Kabid Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kepulauan Riau.
Perjalanan menuju tempat ketiga atau tempat yang terakhir tidak memakan waktu yang lama dari tempat sebelumnya. Para siswa bersama para tutor berkunjung ke Kampung Tua Terih, di kampung ini mereka dapat bertemu dengan penduduk asli suku Melayu yang mayoritasnya beragama Islam. Para siswa juga menambah pengetahuannya tentang tradisi-tradisi Melayu yang jarang diketahui, seperti mandi safar, dan tepuk tepung tawar. Narasumber yang membagikan informasi juga merupakan penduduk di kampung tersebut, beliau biasa dipanggil Pak Seno. Seusai mendapatkan materi atau informasi tentang berbagai tradisi dan mengumpulkan informasi, para siswa dan tutor menikmati makan siang dengan menu makanan khas tanah Melayu pula.
Setelah para siswa puas mengitari tempat-tempat yang kaya akan tradisi dan peninggalan kesultanan Melayu, di hari berikutnya para siswa kelas XI juga menghasilkan karya-karya agar budaya Melayu yang telah mereka kenal tetap lestari. Banyak dari para siswa dalam kelompoknya membuat miniatur rumah adat, memasak masakan khas melayu, membuat alat permainan tradisional melayu dan masih banyak lagi yang lainnya.
Melihat pelaksanaan P5 yang telah berjalan di kelas X dan XI, kepala SMAKYS mengutarakan puji syukur dan apresiasinya kepada seluruh guru SMAKYS yang telah berpartisipasi aktif menyukseskan kegiatan. “Pelaksanaan P5 sudah dikembangkan oleh tim kurikulum dalam modul ajarnya, dan dari hasil pengamatan saya, semua berjalan sesuai yang direncanakan mencapai tujuan” ungkap Sumiyati dengan bangga.
Saat ditanyakan dalam wawancara tentang mengapa SMAKYS perlu melaksanakan kembali proyek penguatan profil pelajar Pancasila, Ibu Sumiyati menjelaskan dengan jelas dan mendasar. “P5 adalah implementasi dari penguatan karakter yang diharapkan yakni profil pelajar Pancasila.
Dalam pelaksanaannya sudah diatur di Kepmen 262 tahun 2022. Teknisnya diserahkan oleh satuan pendidikan. Jadi, untuk di SMA Yos Sudarso, P5 di kelas sepuluh dan sebelas dijalankan dengan sistem blok, yakni untuk kelas sepuluh di semester satu sebanyak satu kali, dan semester dua sebanyak dua kali. Sedangkan, untuk kelas sebelas dilaksanakan satu kali.
“Polanya tiga bulan belajar intrakurikuler setelah itu kokurikuler dengan melaksanakan P5,” begitu penjelasan dari Kepala SMAK Yos Sudarso Batam menutup wawancara.
Menakjubkan! itu kata yang tepat untuk kerja sama seluruh warga SMAKYS dalam pelaksanaan P5 kali ini. Pasalnya menyusun modul ajar hingga melaksanakan proyek di luar lingkungan sekolah tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Perlu perencanaan matang, pendekatan, penanaman karakter yang baik kepada para siswa agar dapat pula bekerja sama dalam melaksanakan proyek. (red)
Penulis : Florensia Marselli Kidi, S.Pd.