Pangkalpinang, YTKNews.id — Duka yang mendalam meliputi hati puluhan imam, biarawan-biarawati serta umat Keuskupan Pangkalpinang. Ekaristi Requiem bagi jiwa RD Stefanus Mae Molo Sanggu, yang akrab disapa Romo Stelo diadakan di Gereja Santa Bernadeth Pangkalpinang pada Selasa (25/3) pukul 10.00 WIB.
Beliau adalah imam diosesan Keuskupan Pangkalpinang yang berkarya di Paroki Mansalong, Keuskupan Tanjung Selor. Terlihat turut pula para guru, pegawai Yayasan Tunas Karya (YTK), para siswa SMAK Seminari Mario John Boen serta umat memenuhi gereja untuk mengikuti Misa Requiem yang dipimpin oleh Mgr. Adrianus Sunarko, OFM bersama dua orang Diakon dan 30 orang Imam Keuskupan Pangkalpinang.
Bapa Uskup mengawali homilinya tentang kisah di mana Romo Stelo berjuang di hari-hari terakhir hidupnya. Pada hari Rabu Abu pagi, Romo Stelo menghubungi Bapa Uskup, meminta izin untuk berobat ke Jakarta. Rabu Abu sore, Romo Stelo masih menyempatkan diri untuk merayakan misa, tetapi beliau tidak mampu mengikuti misa tersebut hingga akhir karena sakit yang dideritanya.
Hari berikutnya, Romo Stelo hendak dibawa ke Jakarta. Namun, dikarenakan keadaan beliau yang makin parah, dokter tidak menyarankan untuk terbang ke Jakarta sebab penerbangannya menghabiskan waktu lebih dari satu jam.
Akhirnya, Romo Stelo dirawat di Tarakan. Keadaan Romo Stelo sempat membaik, kemudian drop lagi. Pada hari Sabtu (22/3), Romo Stelo berpulang ke Rumah Bapa pukul 01.30 WIB di Rumah Sakit Yusup Tarakan, Kalimantan Utara.
Mgr Adrianus mengutarakan ada empat teladan dari Romo Stelo yang bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang. Pertama, teladan Imam Misionaris. Ketika Uskup Tanjung Selor meminta bantuan Keuskupan Pangkalpinang untuk mengisi kekurangan tenaga pastor di sana, Romo Stelo adalah orang pertama yang bersedia dan menyanggupi hal itu. Beliau adalah contoh inspirasi bahwa menjadi seorang Katolik harus bermisi dan berbuah.
Teladan kedua, Romo Stelo memiliki relasi yang baik dengan Bapa Uskup dan rekan-rekan Imam. Beliau adalah orang yang taat dan selalu meminta izin kepada Bapa Uskup dalam hal apa pun. Bahkan ia pun meminta izin kepada Bapa Uskup untuk menggunakan uang pribadinya, membantu pembiayaan renovasi asrama putra-putri Ago Onsoi Santo Gabriel, Mansalong.
Teladan ketiga, Romo Stelo selalu mengembangkan devosi dan kesalehan yang sederhana. Sepanjang perjalanan menuju ke tempat mana pun, beliau selalu mendaraskan doa rosario sebagai devosi kepada Bunda Maria atau doa koronka sebagai devosi pada Kerahiman Ilahi.
“Saya pernah ke Ujung Beting naik perahu pompong bersama dengan Romo Stelo dan beliau duduk di depan memimpin doa koronka selama perjalanan,” kenang Bapa Uskup.
Teladan keempat adalah membantu orang-orang yang miskin dan menderita. Romo Stelo merupakan seseorang yang memiliki kerelaan hati untuk membantu anak-anak yang tidak mampu bersekolah dengan mengusahakan beasiswa. Beliau juga pernah membantu umat di kampung untuk berjualan. Ia mengumpulkan kerajinan tangan umat, membawanya ke kota untuk dijual.
Homili Bapa Uskup ditutup dengan ucapan terima kasih kepada keluarga Romo Stelo yang diwakili oleh kakak sulung dan adik bungsunya. Mereka bersedia menyerahkan Romo Stelo untuk hidup membiara, selalu memberikan dukungan kepada Romo Stelo serta mengizinkan beliau dimakamkan di Pangkalpinang.
Sebelum pemberkatan jenazah, Maria Sanggu, kakak sulung Romo Stelo yang datang dari Kupang menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapa Uskup, para Romo, dan semua umat yang hadir untuk mengantar kepergian Romo Stelo ke tempat peristirahatan terakhir.
Maria Sanggu bercerita bahwa perjalanan Romo Stelo menjadi seorang imam adalah perjalanan yang panjang. Empat belas tahun bukanlah waktu yang singkat hingga akhirnya beliau ditahbiskan menjadi Imam di Bengkong, 9 Mei 2014 dengan motto ‘Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang pula aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil. Terpujilah nama Tuhan.’
“Suka duka menjadi seorang imam tidaklah mudah. Setiap dua hari sekali, Romo Stelo selalu menelepon keluarganya di Kupang untuk berbagi kabar. Keluarga pun selalu berdoa dan memberikan dukungan kepada Romo Stelo dalam setiap langkah hidupnya,” ungkapnya.
“Saya di sini ingin menyampaikan titipan pesan dari Mama untuk Romo Stelo. Mama minta maaf karena tidak bisa hadir untuk mengantar Romo hingga ke tempat peristirahatan terakhir. Tapi Mama berdoa semoga di tempat yang baru, Romo Stelo bisa menjalankan tugas menjadi pendoa bagi kami yang masih berziarah di bumi ini serta menjadi inspirasi bagi semua orang,” tutup Maria tak kuat menahan pilu.
Tahun 2018, Romo Stelo pernah bertugas menjadi pastor pembantu di Paroki Santo Fransiskus Xaverius, Koba. Tentunya, banyak umat paroki Koba yang mengenal Romo Stelo secara pribadi. Salah satunya adalah Silvia Yussanti, S.Pd, kepala TK Santa Agnes Belinyu yang sebelumnya pernah bertugas menjadi guru di TK Xaverius, Koba.
“Saya mengenal Romo Stelo sebagai pribadi yang baik. Beliau adalah seorang imam yang memiliki kepedulian bagi pendampingan anak dan remaja. Beliau juga mengajar pelajaran agama Katolik bagi anak-anak di SMP Stania,” ujar Silvia.
Lebih lanjut ia juga menyampaikan bela sungkawa atas meninggalnya Romo Stelo. “Semoga Romo Stelo memperoleh kedamaian abadi bersama para kudus di surga,” harapnya.
Seusai misa, jenazah Romo Stelo dibawa untuk dimakamkan di Pekuburan Katolik Jalan Koba. Banyak orang yang merasa kehilangan atas kepergian Romo Stelo. Terlihat dari banyak sekali umat yang ikut mengantar beliau ke pemakaman. Selamat jalan, Romo Stelo. *(nys)*
Kontributor : Vin