Muntok, YTKNews.id—Tepat tahun 2008 lalu,seusai menamatkan diri dari Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata Semarang, ia menginjakkan kaki di kota ujung barat Pulau Bangka, Muntok. Perjalanan laut dari Tanjung Balai Karimun ke Pulau Batam, dilanjutkan perjalanan udara ke Pangkalpinang, lalu harus menumpang bus lagi menuju ke Mentok, menghabiskan waktu perjalanan hampir 12 jam.
Laut, udara, darat, dalam 1 waktu seharian perjalanan, pertama kali Maria Susanti jalani. Setelah melamar ke Yayasan Tunas Karya sebagai tenaga pendidik, ia ditugaskan sebagai guru di SD Santa Maria Muntok.
Sebagai perantau di kota kecil, awalnya Maria Susanti bingung dan kaget. Banyak budaya, kebiasaan, kondisi fasilitas umum di Muntok yang membuatnya tak terbiasa karena berbeda dengan tanah kelahirannya. Namun, lama-lama ia mulai dapat beradaptasi. Sosoknya yang supel, membuatnya dicintai anak-anak di SD Santa Maria Muntok.
Walau jauh dari keluarga, ditempatkan di kota kecil yang serba sulit pada waktu itu, ia merasa rekan guru,karyawan, teman-teman gereja, orang tua dan murid sudah seperti keluarga sendiri. Inilah yang membuatnya bertahan mengabdi di SD Santa Maria Muntok.
“Suatu kali ada anak di sekolah ini yang bicara menggunakan bahasa ibu mereka, saya tidak mengerti apa maksudnya. Saya terpaksa bertanya ke guru-guru senior. Hikmahnya saya banyak belajar hal-hal baru dan memacu diri untuk mendapatkan pengalaman menarik.” Kenang Maria Susanti yang juga merupakan alumni SMA Santu Yusup Tanjung Balai.
Tahun 2013, Maria Susanti memantapkan hatinya dengan pria lokal yang sama-sama mengabdi di unit sekolah Santa Maria Muntok. Ini membuatnya semakin merasa Muntok sudah seperti kampung sendiri. Bersama sang suami kala itu, Maria Susanti menjadi sepasang sejoli yang juga setia mengabdikan diri untuk pendidikan di Muntok melalui Yayasan Tunas Karya.
Berkat dukungan sang suami pula, almarhum Thomas Radiyo, banyak pula prestasi Maria Susanti mengembangkan SD Santa Maria. Sosoknya yang energik, supel, serta merangkul anak-anak murid memberikan warna positif untuk sekolah yang sudah ada sejak 1925 itu.
Kepiawaiannya sebagai seorang guru membuatnya dipercaya oleh Yayasan Tunas Karya untuk menjadi kepala sekolah di SD Santa Maria Muntok tepat di tahun ke-10 pengabdiannya. Amanah yang diembannya ternyata benar-benar dijalankan sebaik mungkin.
Pada tahun ke-3 menjabat sebagai kepala sekolah, berbagai perubahan positif mulai terlihat di SD Santa Maria Muntok. Puncaknya, di tahun ke-3 sebagai kepala sekolah, ia dinobatkan sebagai kepala sekolah penggerak angkatan pertama tingkat nasional. Capaian yang belum tentu bisa diraih oleh banyak pimpinan sekolah lain.
“Awalnya mungkin banyak yang memandang sebelah mata kepada kepala sekolah kami yang terbilang masih muda ini, tetapi ia dapat membuktikan kepemimpinannya cukup berhasil di SD Santa Maria Muntok,” ujar Donaria, rekan guru senior di SD Santa Maria Muntok.
Pukulan terberat Maria Susanti ketika penyemangatnya, sang suami, harus pergi mendahului pada tahun 2021. Ia sempat down dan menyerah pada hidup. Namun, berkat dorongan keluarga serta rekan-rekan guru unit Santa Maria dan Yayasan Tunas Karya, Maria Susanti perlahan-lahan bangkit kembali mendedikasikan dirinya di dunia pendidikan.
Kini, Maria Susanti aktif kembali menggerakan sekolah Yayasan Tunas Karya di Bangka Barat itu. Ia juga kerap diundang sebagai narasumber untuk pengembangan sekolah di wilayah Bangka Barat. Tak hanya dicintai peserta didik, Maria Susanti juga sudah dianggap sebagai adik, kakak atau saudara sendiri bagi rekan-rekan guru dan karyawan di SD Santa Maria. (sfn)
Reporter : Suwito