Setiap anak merupakan anugerah terindah yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Dalam kondisi apapun keadaan anak, mereka tetaplah spesial. Artinya, setiap anak memiliki cara berpikirnya tersendiri, cara belajar tersendiri, dan cara memecahkan masalah sendiri. Mereka juga mempunyai dunia sendiri. Oleh Karena itu mereka harus diperlakukan secara baik dan penuh cinta terlepas dari kondisi fisik maupun psikis dari anak. Tidak semua anak memiliki kondisi yang sama. Tugas kita baik sebagai orang tua maupun sebagai pendidik adalah mencoba masuk ke dunia mereka dengan sikap ‘kasih’ yang mendalam.
Terlepas dari kekurangan dan kelebihan yang dimiliki setiap anak. Anak sudah sepatutnya mendapatkan ‘ruang lebih’ bagi pertumbuhan diri mereka. Kerap kali anak tidak mendapat ruang yang cukup untuk pertumbuhan mereka secara psikis maupun emosional. Seringkali kita sebagai orangtua maupun pendidik disibukkan dengan berbagai kegiatan yang membuat kita tidak pernah ada waktu untuk memperhatikan kebutuhan anak secara optimal.
Anak-anak hanyalah anak-anak. Seringkali kita tidak bisa memahami seutuhnya cara menghadapi berbagai macam anak yang memiliki karakter yang berbeda-beda. Ketika perilakunya tidak seperti yang kita harapkan, bukan berarti ia adalah anak yang nakal. Justru perlu perhatian dna pedampingan kita yang extra. Jika anak tidak mau mendengarkan, tidak lantas ia harus dilabeli keras kepala. Apabila anak belum mampu atau lamban melakukan sesuatu, bukan berarti ia malas atau bodoh. Setiap anak spesial dengan caranya masing-masing. Kita tidak bisa mencap atau melabeli anak kita dengan berbagai macam asumsi yang tidak mendasar.
Saya adalah seorang guru agama Katolik yang dalam keseharian mengajar siswa sekolah dasar. Menariknya, ketika mengajar saya juga menempatkan diri saya sebagai seorang murid. Saya juga belajar dari para peserta didik. Mencoba memahami dan mengenal karakter peserta didik. Saya menempatkan diri juga sebagai siswa yang mencoba mengeksplorasi dunia anak agar pembelajaran dapat disampaikan dengan baik.
Menurut Richards M. Felder seorang dosen dari North Carolina State University mengatakan,
“Students have different levels of motivation, different attitudes about teaching and learning, and different responses to specific classroom environments and instructional practices. The more thoroughly instructors understand the differences. The betterchance they have of meeting the diverse learning needs of all of their students.”
Bila dikaji lebih mendalam apa yang dikatakan oleh Richards M. Felder sangat komprehensif. Artinya setap anak memiliki level tertentu untuk memahami suatu hal. Dalam hal merespon suatu pembelajaran juga demikian. Mereka merespon dengan cara beranekaragam bentuk dan pola. Di dalam situasi ini, setiap anak mencoba menciptakan lingkungan yang nyaman bagi diri mereka khususnya untuk menyerap hal-hal baru. Sekarang yang menjadi tugas baik sebagai orangtua maupun sebagai pendidik adalah memahami juga menerima segala perbedaan yang ada pada masing-masing anak. Dengan begitu akan menciptakan lingkungan belajar yang sehat khususnya bagi pertumbuhan diri anak.
Tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang baik didukung oleh pemahaman mengenai ‘Learning Styles’ yang kita gunakan. ‘Learning Styles’ adalah sebuah karakteristik terhadap perilaku anak yang di dalamnya mencakup aspek kognitif, afektif dan psikologis yang berfungsi sebagai indikator bagaimana anak memiliki perspektif,berinteraksi dengan lingkungan dan merespon lingkungan tempai ia belajar.
Ada berbagai macam gaya belajar anak yang harus kita pahami dengan baik. Hal ini sangat penting untuk membantu kita masuk ke ‘dunia’ belajar anak dan membantu anak untuk belajar dengan baik juga nyaman. Pertama, beberapa anak nyaman dengan teori dan abstraksi singkat. Kedua, yang lain nyaman dengan sebuah fakta-fakta baru dan fenomena-fenomena yang merangsang rasa ingin tahu yang tinggi. Ketiga, ada juga yang nyaman belajar dengan mencari hal-hal yang baru sendiri ketimbang mendapat dari orang lain. Keempat, beberapa anak nyaman dengan presentasi visual dan anak lainnya nyaman dengan penjelasan secara verbal.
Ketika kita mampu memahami keempat gaya belajar ini maka pembelajaran apapun yang kita berikan akan diserap oleh anak dengan baik. Bahkan, akan sampai tahap aktualisasi diri. Menerapkan pembelajaran sampai ke tingkat aktualisasi. Ini semua sebagai bekal bagi kehidupan mereka kelak di masa yang akan datang.
Selaras dengan yang pernah disampaikan oleh Bapak pendidikan Indonesia yakni Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan yaitu sebagai tuntunan di dalam hidup untuk anak-anak. Adapun maksud pendidikan, yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan juga sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setingi-tingginya.
Selain itu tidak lupa juga akan empat pilar pendidikan yang digaungkan oleh Komisi Pendidikan untuk Abad XXI melihat bahwa pendidikan sesungguhnya adalah belajar (learning). Selanjutnya dikemukakan bahwa pendidikan bertumpu pada empat pilar, yaitu; (1) learning to know (Belajar Mengetahui), (2) learning to do (Belajar Melakukan Sesuatu), (3) learning to live together (Belajar Hidup Bersama), (4) learning to be (Belajar Menjadi Sesuatu). (Aunurrahman, 2014)
Salah satu pilar yang cukup penting bagi pendidik adalah konsep Learning to Know. Konsep ini menyiratkan makna bahwa pendidik harus mampu berperan sebagai berikut: 1) Guru berperan sebagai sumber belajar. Peran ini berkaitan penting dengan penguasaan materi pembelajaran. Dikatakan guru yang baik apabila ia dapat menguasai materi pembelajaran dengan baik, sehingga benar-benar berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya. 2) Guru sebagai fasilitator Guru berperan memberikan pelayanan memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. 3) Guru sebagai pengelola Guru berperan menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. (Efendi, 2015)
“Every Child is Special”. Setiap anak itu spesial dengan cara mereka masing-masing. Sudah menjadi tanggungjawab kita untuk sedikit bertolak ke dalam diri kita untuk memahami diri kita dan mengubah metode kita untuk bisa mengenal anak-anak kita dengan baik. Dalam injil Lukas 18:16 dikatakan bahwa Tuhan memanggil anak-anak datang kepadaNya. Hal ini bukanlah sebuah kebetulan melainkan sebuah panggilan. Panggilan untuk kita semua baik sebagai orangtua maupun sebagai pendidik untuk mau menjadi bagian dari pelayanan Allah kepada manusia khususnya anak-anak yang dititipkan Tuhan kepada kita. Terlepas dari kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri mereka.
Oleh : Andreas Helpi