“Jika murid tidak dapat mengikuti cara mengajar guru, maka guru lah yang harus mengikuti cara belajar murid!”
Kalimat ini saya sampaikan dengan penuh keyakinan dan harapan saat menutup gelar wicara dalam ajang Jambore GTK Hebat 2024 Tingkat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Ini adalah momen puncak dalam perjalanan panjang saya menuju kompetisi bergengsi tahunan yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan. Setelah melewati berbagai tahap seleksi, mulai dari penilaian video dan naskah, wawancara verifikasi, hingga akhirnya berhasil masuk dalam 5 besar kategori Guru SD Inovatif, saya merasa bahwa setiap langkah yang saya tempuh adalah bentuk tanggung jawab dan dedikasi untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik.
Pada 6 November 2024, saya berdiri di hadapan tim juri bersama rekan-rekan guru lainnya dari berbagai sekolah. Kami tampil pada urutan pertama, dan saya mulai mempersiapkan diri untuk memberikan yang terbaik. Dalam suasana kompetisi yang penuh semangat dan adrenalin, saya sadar bahwa berbicara di ajang seperti ini memiliki tantangan tersendiri, jauh berbeda dari peran saya sebagai moderator, MC, atau narasumber. Namun, saya mencoba tetap tenang dan fokus, meyakini bahwa pesan yang saya bawa adalah sesuatu yang penting untuk dibagikan.
Salah satu hal yang menarik perhatian peserta lain adalah media pembelajaran yang saya bawa: Tudung Saji. Mungkin banyak yang bertanya, apa itu Tudung Saji? Tudung Saji bukanlah sekadar alat pembelajaran biasa; ia adalah sebuah inovasi yang saya rancang dengan konsep game-based learning. Tudung Saji adalah akronim dari Tantangan Ular Tangga dengan Diferensiasi Unik dan Strategi Jitu, sebuah model pembelajaran yang saya kembangkan untuk menjawab tantangan keberagaman cara belajar siswa di kelas. Di dalamnya, saya menyelipkan filosofi yang mendalam, mengambil inspirasi dari kearifan lokal kita.
Tudung Saji, seperti halnya dulang yang berisi berbagai hidangan, menggambarkan keragaman siswa kita. Setiap siswa, dengan cara belajarnya yang unik, memiliki kebutuhan yang berbeda—ada yang cepat menangkap informasi, ada yang butuh waktu lebih lama, ada yang lebih suka belajar melalui gerakan, ada yang lebih mudah mencerna melalui pendengaran, dan lain sebagainya. Dalam satu kelas, mereka semua datang dengan latar belakang yang berbeda, namun kita sebagai pendidik harus mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan mereka. Tudung Saji, dengan konsep game-based learning, memberikan kesempatan bagi para siswa untuk belajar sambil bermain, dengan pendekatan yang fleksibel, menyenangkan, dan penuh tantangan yang disesuaikan dengan gaya belajar masing-masing.
Dalam waktu 10 menit, saya berusaha menyampaikan dengan jelas dan penuh keyakinan bagaimana konsep ini dapat diterapkan di kelas. Saya ingin tim juri dan peserta lain melihat bahwa inovasi dalam pembelajaran bukanlah hal yang rumit. Dengan memanfaatkan teknologi dan kreativitas, kita bisa menciptakan pengalaman belajar yang menyenangkan dan menyentuh setiap sisi kebutuhan siswa. Tudung Saji bukan hanya tentang permainan ular tangga; ia adalah simbol dari pendekatan yang inklusif, yang merangkul setiap keberagaman dalam kelas, dan memberikan ruang bagi setiap siswa untuk berkembang sesuai dengan potensi mereka.
Saya berharap, dengan membawa konsep ini ke ajang yang lebih luas, saya bisa menginspirasi lebih banyak guru untuk berani berinovasi dan melihat setiap siswa sebagai individu yang unik. Tidak ada satu cara yang sama untuk mengajarkan semua murid, dan itulah sebabnya sebagai guru, kita harus selalu siap untuk menyesuaikan diri dengan cara belajar mereka. Melalui Tudung Saji, saya ingin menunjukkan bahwa pembelajaran yang efektif bukan hanya soal materi yang diajarkan, tetapi juga bagaimana kita mengemasnya agar dapat diterima oleh semua siswa, dengan cara yang mereka pahami dan nikmati.
Melangkah ke panggung ini, saya tidak hanya membawa inovasi, tetapi juga sebuah pesan: pendidikan harus relevan dengan kebutuhan zaman dan keberagaman siswa. Seperti halnya makanan dalam satu dulang yang memiliki rasa dan bentuk yang berbeda, begitu juga dengan murid-murid kita di kelas—mereka datang dengan latar belakang dan potensi yang berbeda, namun bersama-sama mereka bisa belajar dan berkembang dengan cara yang menyenangkan dan penuh makna.
Saya berterima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung perjalanan ini: Yayasan Tunas Karya, kepala sekolah, rekan-rekan guru, orang tua, serta murid-murid hebat yang menjadi sumber inspirasi saya setiap hari. Dengan semangat “Guru Hebat, Indonesia Kuat”, saya berharap bisa terus memberikan yang terbaik untuk dunia pendidikan dan mendorong perubahan yang lebih baik bagi generasi penerus bangsa.
(SUWITO)